PALANGKA RAYA, GK– Sejak 2013, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia telah memberlakukan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT). Tak terkecuali Universitas Palangka Raya (Unpar).
Namun diduga masih ada sejumlah oknum dosen menarik uang dari mahasiswa untuk kegiatan akademik. Modusnya beragam dan oknum-oknum dosen yang umumnya bertitle magister (S2) cukup licin menghindari hukum.
Sistem UKT diberlakukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) agar golongan tidak mampu tetap dapat mengenyam pendidikan. Mahasiswa untuk kegiatan akademik, tak lagi dibebankan biaya apapun selain UKT.
Si Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan (FKIP) Unpar, ada mata kuliah yang mewajibkan mahasiswa membayar sejumlah uang. Tepatnya di program studi (Prodi) Bahasa Inggris untuk mata kuliah Study Excursion. Mahasiswa diwajibkan mengikuti paket perjalanan ke Singapura atau Bali.
Dikatakan salah satu mahasiswa yang akan mengikuti kegiatan itu, paket perjalanan itu merupakan 2 satuan kredit semester (SKS) yang wajib diselesaikan. Untuk menuntaskannya dan dapat mengambil mata kuliah lain, merek wajib membayar Rp 6.900.000 untuk ke Singapura dan Rp 5.900.000 untuk ke Bali.
“Jika tak ditempuh maka kami tidak bisa mengambil mata kuliah lain dan tak akan bisa lulus,” kata mahasiswa UPR yang meminta anonimitas, Minggu (28/2/2016).
Pembantu Rektor I Unpar, I Nyoman Sudjana melalui telepon menjelaskan, kegiatan akademik yang dilaksanakan mahasiswa dalam satu semester tak lagi dibebankan biaya. Karena semua sudah termuat dalam UKT yang merupakan hasil Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dikurang Bantuan Oprasional PTN (BO PTN).
Ditanya soal mata kuliah di FKIP, I Nyoman menyatakan tak tahu dan mempertanyakan kebenarannya. Kata dia, jikapun ada maka UKT yang diberlakukan harus besar. “Masuk mata kuliah tidak? itu harus dijadwalkan dan UKT harus ditinggikan dan tak ada itu kuliah harus ke luar negeri,” katanya.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Palangka Raya Rustianto melalui telepon mengatakan jika prakteknya seperti itu, yang melakukan bisa dikenakan undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Karena dalam penyelenggaraannya, PTN sudah mendapat bantuan dari negara dan mahasiswa sudah membayar kewajibannya dengan melunasi UKT.
“Kalau ada bisa dilaporkan ke kita. Apapun alasannya negara sudah mengatur dalam UU dan turunanya dan memberikan bantuan dana untuk mahasiswa, kemudian universitas sudah menetapkan UKT per golongan. Artinya tak bisa lagi memungut dari mahasiswa untuk kegiatan akademik,” tutur Rustianto.
Rustianto berharap agar mahasiswa atau orang tua yang merasa pernah dan akan mengikuti kegiatan itu untuk melapor ke penegak hukum beserta alat bukti seperti tanda pembayaran. Lanjut dia, itu nanti akan dijadikan bahan pengumpulan data dan melihat perbuatan hukumnya. [SOG]
COMMENTS