Sengketa Dengan PT.SMJ, Masyarakat Adat Desa Kubu Siap Hadapi Hingga ke Proses Hukum

PALANGKA RAYA - Perselisihan soal kepemilikan lahan di Desa Kubu, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng, antara komunitas masyarakat adat

Listrik Direalisasikan, Warga Basirih Berterima Kasih Kepada Ben Brahim
Gerakan Partisipatif Pemuda untuk Pilkada Berkualitas
Kasus Penganiayaan Dua Murid Panti Asuhan Diserahkan Sepenuhnya Kepihak Kepolisian

SENGKETA LAHAN: Plang pemberitahuan yang dipasang para ahliwaris H.Rawi dilepas oleh pihak PT.SMJ di Desa Kubu, Kabupaten Kobar.

PALANGKA RAYA – Perselisihan soal kepemilikan lahan di Desa Kubu, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng, antara komunitas masyarakat adat setempat dengan PT. Silic Minsources Jaya (PT.SMJ) masih berlanjut. Pihak masyarakat sendiri mengaku siap jika masalah tersebut berlanjut hingga ke pengadilan.

Kesiapan menghadapi permasalahan tersebut hingga ke proses hukum disampaikan Wendi S.Loentan selaku pendamping masyarakat setempat. Ia mengatakan, pihaknya siap dan mempersilahkan agar PT.SMJ membawa masalah kepemilikan lahan tersebut hingga ke pengadilan.

“Silahkan PT.SMJ melakukan gugatan ke pengadilan terkait masalah kepemilikan lahan tersebut. Masyarakat siap menunjukan saksi dan bukti jika masalah ini berlanjut ke pengadilan” ucap Wendi, Minggu (21/5/2023).

Dia juga mengatakan, apa yang diungkapkan pihak PT.SMJ terkait kronologis hingga mendapatkan lahan yang disengketakan tersebut patut dipertanyakan kebenarannya.

Ia juga menyebutkan, bahwa kepemilikan H.Asnan atas lahan tersebut sebelum dijual ke PT.SMJ juga tidak mendasar. Dimana H.Asnan bukan merupakan ahliwaris dan tidak memiliki hak atas tanah tersebut, meskipun dengan alasan sebagai ganti utang piutang seseorang yang sebelumnya bekerja di PT.FLTI.

“Jika itu masalah utang piutang antara seseorang yang sebelumnya bekerja di PT.FLTI dan diambil alih oleh H.Asnan, itu harus dapat dibuktikan. Tidak bisa hanya dengan dasar pengakuan. Terlebih orang yang dikatakan memiliki utang dengan H.Asnan tersebut sudah meninggal dunia” jelas Wendi.

Masalah lain yang menurutnya tidak sesuai, yaitu SKT Tanah milik H.Asnan sebagai dasar penjualan kepada PT.SMJ. Dalam surat SKT tersebut, dikatakan asal tanah merupakan penyerahan dari inisial BW yang sebelumnya bekerja di PT.FLTI. Sedangkan, lahan tersebut sebelumnya diserahkan kepada PT.FLTI bukan kepada pribadi BW.

“Jadi cukup mengherankan, karena lahan yang sebelumnya diserahkan kepada PT.FLTI dan saat itu sudah pernah diterbitkan HGB, setelah masa izin HGB selesai justru diserahkan atas nama pribadi ke H.Asnan sebagai pengganti utang” bebernya.

Untuk itu, Wendi yang juga Ketua DPD Gerdayak Kobar ini mengatakan, silahkan PT.SMJ menyelesaikan permasalahan jual beli lahan tersebut dan kembalikan hak tanah komunitas masyarakat adat tersebut kepada para ahliwaris. Sehingga, tindakan dari H.Asnan dan PT.SMJ atas lahan tersebut tidak memicu konflik dengan masyarakat jika memang PT.SMJ ingin berinvestasi di Kobar.

Tindakan lain dari PT.SMJ yang dinilai melukai perasaan masyarakat setempat, yaitu tindakan PT.SMJ yang membongkar pondok warga di lokasi tersebut. Termasuk mencabut plang pemberitahuan areal tanah waris yang sebelumnya dipasang oleh para ahliwaris agar lahan tersebut jangan digarap secara sembarangan.

Wendi juga menyampaikan kekhawatiran pihaknya, yaitu lahan yang kini dipersengketakan justru kemudian oleh PT.SMJ dialihkan atau di take over kepada investor lain. Sehingga ini dikhawatirkan justru menimbulkan konflik baru antara masyarakat dengan investor lainnya.

“Tindakan pihak PT.SMJ yang demikian tentu membuat kecewa masyarakat. Kami pasti mendukung adanya investor yang masuk di Kalteng, termasuk di Kobar. Namun, investor tersebut dapat membawa kemajuan untuk daerah, bukan justru memicu konflik di masyarakat” pungkasnya.

Sebelumnya, Bidang HukPT.SMJ mengatakan, lahan dipermasalahkan tersebut awalnya milik warga yang diserahkan kepada PT.FLTI pada Tahun 1982 dengan dasar ganti rugi. Pada Tahun 1984 atas lahan tersebut terbit HGB untuk masa waktu 20 tahun kepada FLTI.

Setelah masa berlaku HGB berakhir, lahan tersebut beralih ke H.Asnan untuk mengganti utang dari salah satu pengurus FLTI yang sekarang sudah meninggal dunia. Dari tangan H.Asnan lanjut Jefri, kemudian lahan tersebut beralih ke PT.SMJ dengan dasar ganti rugi lahan.

“Jadi tidak benar jika ada isu PT.SMJ menyerobot lahan masyarakat adat. Semua bukti administrasi atas lahan tersebut, hingga ke bukti perizinan juga PT.SMJ sudah lengkap” jelasnya. (bud)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS:
error: Content is protected !!