Penangkapan Jurnalis Asing Bukan Upaya Kriminalisasi

faktakalimantan.co.id – PALANGKA RAYA – Pihak Keimigrasian Provinsi Kalimantan Tengah menepis adanya isu yang menuding bahwa penahanan terhadap ju

7 Fraksi Tolak Pergub Nomor 10 Tahun 2018
DPRD Kalteng Minta Agar Opsi PSBB Tidak Diusulkan
Legislator Ini Ingatkan ASN Tidak Berpolitik

Barbuk : Pihak Kantor Imigrasi Kalteng, saat menunjukkan barang bukti yang berhasil disita dari Philip Jacobson.

faktakalimantan.co.id – PALANGKA RAYA – Pihak Keimigrasian Provinsi Kalimantan Tengah menepis adanya isu yang menuding bahwa penahanan terhadap jurnalis berkewarganegaraan asing (WNA), Philip Jacobson (PMJ) adalah upaya kriminalisasi terhadap pelaku jurnalistik.

Hal tersebut, disampaikan oleh Kabid Intelkam dan Penindakan Kantor Imigrasi Kalteng, Junaedi melalui Penyidik PNS Bidang Intelkam dan Penindakan, Syukron, dihadapan puluhan awak media, saat menggelar jumpa pers di Aula Kantor Imigrasi Kalteng, di Kota Palangka Raya, Rabu (22/1/2020).

Menurut keterangan yang disampaikan oleh Syukron, penahanan terhadap PMJ, adalah murni penegakkan Pasal 122 Huruf a UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, yang menjelaskan setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda sebesar Rp500 juta.

“Kita (Imigrasi) akan tepis semua isu yang beredar, bahwa kita bekerja tidak berdasarkan pesanan. Kita bekerja secara profesional aktif bahwa kegiatan yang dilakukan petugas imigrasi adalah murni keimigrasian,” tepisnya.

Lanjut Syukron, bahwa penahanan terhadap editor media Mongabay tersebut, tidak ada kaitannya dengan status atau pekerjaan yang bersangkutan sebagai pelaku jurnalistik.

“Kita tidak mengejar konten yang bersangkutan (Jurnalis), tapi perijinan yang bersangkutan atau keberadaan yang bersangkutan di Indonesia. Bahwa kita tidak mengejar konten yang bersangkutan dan silahkan bertanya kepada orang-orang yang bersentuhan dengan yang bersangkutan, apakah kita pernah mengejar konten yang bersangkutan bahwa tidak sama sekali!” tegasnya.

Diterangkannya, pihaknya hingga saat ini konsentrasi penyidikan yang dilakukan oleh pihaknya adalah terkait penyalahgunaan ijin tinggal. Karena yang bersangkutan datang ke Indonesia menggunakan visa bisnis, yang seharusnya tidak untuk kegiatan jurnalistik.

Kembali dipertegas olehnya, tidak ada sedikitpun penahanan terhadap PMJ berkaitan dengan statusnya sebagai jurnalis yang berkonsentrasi pada isu lingkungan hidup.

“Karena dari hasil penyidikan kita, ada pelanggaran yang dilakukan oleh bersangkutan. Jadi kita menepis isu tentang lingkungan karena itu bukan wewenang kami petugas imigrasi,” tepisnya.

Berdasarkan barang bukti yang disita oleh pihak Keimigrasian, PMJ sendiri tiba di Indonesia menggunakan Multiple Visa yang berlaku untuk satu tahun.

Visa ini, disponsori oleh PT. Visa Rumah Bali, yang dalam surat permohonan yang diajukan oleh pihak PT sendiri, tertuang jelas bahwa PMJ memang dimohonkan untuk diterbitkan Visa Bisnis dengan tujuan meeting (Pertemuan), dan bukan sebagai jurnalistik.

“Tapi sekali masuk akan diberikan oleh pejabat imigrasi selama 60 hari, jadi yang bersangkutan sudah berada di Indonesia sesuai di hitung hari dari tanggal 1 Desember 2019 sampai dengan tanggal bertemu dengan kita,” terang Syukron lagi.

Sebenarnya, berdasarkan data, PMJ yang berkewarganegaraan Amerika Serikat ini, sudah beberapa kali keluar masuk Indonesia, dan bahkan pernah bekerja di Kantor Berita Jakarta Globe pada Tahun 2011 lalu dengan menggunakan ijin tinggal terbatas (KITAS).

Namun, jelas Syukron lagi, karena pada saat itu yang bersangkutan melengkapi ijin kerja, maka pihak keimigrasian tidak pernah mempermasalahkan aktivitas PMJ sebagai jurnalis.

Akan tetapi, ditegaskannya lagi, ada perbedaan dengan kasus yang ada sekarang, PMJ hadir sebagai jurnalis di Kalteng tanpa melengkapi perijinan tersebut. Sehingga hal itu melanggar kedaulatan Negara dan juga peraturan yang berlaku di Indonesia, dan harus ditindak tegas.

“Yang bersangkutan pernah bekerja di kantor berita Jakarta Globe tahun 2011, menggunakan ijin tinggal terbatas. Jadi yang bersangkutan, memahami sebenarnya karena dia pernah bekerja satu tahun di Indonesia, harusnya dengan bekerja di tempat yang baru pun menggunakan ijin tinggal yang sama seperti itu,” tuturnya.

“Pokoknya kawan-kawan jangan merasa, bahwa kami mengkriminalisasi wartawan atau jurnalis. Kita tidak sedang dalam mengkriminalisasi orang dan konten yang sedang ia bawa. Kami sedang melakukan penegakan hukum keimigrasian kepada orang asing, yang melakukan penyalahgunaan tentang ijin tinggal bukan konten jurnalisnya atau konten yang bersangkutan yang dilakukan di Indonesia, lingkungan hidup atau apa kita profesional dalam hal ini,” tambahnya.

Yakin dengan penegakkan hukum yang dilakukan, Syukron yang juga didampingi oleh Kasi Tikim dan Kehumasan Keimigrasian Eko Joenarto dan Junaedi, meminta agar tidak ada penggiringan opini dalam perkara ini, ia bahkan menyarankan agar seluruh awak media terus memantau proses kasus tersebut hingga di Persidangan.

“Visa bisnis tidak untuk digunakan bekerja, ada keterangan di visa itu dilarang bekerja, kami memiliki bukti dan nanti kita tentukan di Pengadilan bahwa kami murni penegakan hukum. Tidak melakukan pengejaran konten apa yang sedang bersangkutan lakukan, dalam artian bahwa dia wartawan lingkungan dan yang diisukan tidak sampai ke situ nanti dilihat dalam proses kita,” ajaknya.

Sebelumnya, dalam keterangannya, Eko Joenarto, menceritakan kronologis kejadian penahanan terhadap PMJ, yang kini telah berstatus tersangka tersebut.

Pada 14 Desember 2019, PMJ melakukan perjalanan dengan multiple-entry business visa, tiba di Palangka Raya, ibu kota provinsi Kalimantan Tengah, untuk bertemu dengan pegiat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebuah kelompok advokasi hak-hak adat.

16 Desember 2019, PMJ menghadiri dialog di gedung DPRD Kalimantan Tengah dan cabang AMAN setempat. Kemudian pada 17 Desember 2019, PMJ didatangi oleh aparat keimigrasian di Wisma tempat ia menginap, untuk memberitahukan kepada yang bersangkutan, bahwa ia akan menjalani pemeriksaan pada keesokan harinya.

Pada 18 Desember 2019, PMJ diperiksa oleh pihak Imigrasi, terkait kasus penyalahgunaan ijin tinggalnya, tanpa pernah diperintahkan untuk dilakukan penahanan kota.

“Kami tidak pernah menahan dia (PMJ), kami hanya menahan Paspor yang bersangkutan, bahkan saat ia mohon ijin pergi ke Jogjakarta, kami tidak pernah menahan dia,” tukasnya.

Pada akhirnya, tepat hari Selasa (21/1/2020), PMJ resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dititipkan di Rumah Tahanan Kota Palangka Raya.

Bersama penahanan PMJ, pihak Keimigrasian, juga menyita beberapa barang bukti, berupa satu unit alat perekam, satu buah telepon genggam, satu buah buku catatan, satu buah Visa Passport atas nama PMJ, satu lembar Surat Permohonan dari PT. Rumah Visa Bali, serta foto saat PMJ menghadiri kegiatan dialog antara DPRD Kalteng dan Orgnisasi AMAN. (Tim Redaksi)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS:
error: Content is protected !!