FAKTAKALIMANTAN.CO.ID - BUNTOK - Empat perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Kabupaten Barito Selatan dan diduga mencemari l

Foto : Kondisi sungai Ayuh yang diduga terdampak pencemaran lingkungan hidup oleh empat perusahaan tambang di GBA, Barsel.
FAKTAKALIMANTAN.CO.ID – BUNTOK – Empat perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Kabupaten Barito Selatan dan diduga mencemari lingkungan hidup, disarankan oleh anggota DPRD setempat untuk menghentikan sementara aktivitas mereka.
Saran untuk menghentikan sementara aktivitas keempat perusahaan oleh H. Raden Sudarto itu, adalah dikarenakan adanya dugaan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh keempat perusahaan tersebut.
“Kami sarankan alangkah baiknya kalau untuk sementara hentikan dulu aktivitas keempat perusahaan itu, sebelum permasalahan dengan masyarakat terkait limbah ini diselesaikan dengan baik,” sarannya, Senin (12/6/2023).
Menurut dia, perusahaan seharusnya bisa memberikan kompensasi berkelanjutan kepada masyarakat, selama permasalahan limbah dan pencemaran lingkungan ini belum diselesaikan dengan baik.
“Kalau sumber limbahnya itu tidak ditangani dan diselesaikan permasalahannya, mereka (perusahaan) harusnya bisa memberikan kompensasi kepada warga terdampak secara berkelanjutan,” imbuh politisi PDI Perjuangan ini.
“Kita juga meminta agar pihak perusahaan bisa segera menyelesaikan permasalah limbah ini, jangan sampai terulang terus seperti yang sudah-sudah, kasihan masyarakat,” tukas pria yang akrab disapa haji Alex ini.

Foto : Lokasi pembuangan limbah PT. MUTU yang merupakan salah satu perusahaan yang diduga menyebabkan pencemaran di sungai Ayuh dan danau Tarusan.
Saran haji Alex ini, merupakan buntut dari tuntutan masyarakat desa Muara Singan, Kecamatan Gunung Bintang Awai (GBA) yang menuntut agar empat perusahaan pertambangan yakni PT. Multi Tambangjaya Utama (MUTU), PT. Wahana Agung Sejahtera (WAS), PT. Palopo Indah Raya (PIR) dan PT. Electra Global (EG) bertanggungjawab kepada masyarakat setempat, akibat kerusakan alam dari aktivitas keempat perusahaan itu.
“Kami di sini berbicara masalah limbah dan pencemaran lingkungan yang kamu duga disebabkan oleh keempat perusahaan tambang batubara itu, kami sudah seringkali diajak mediasi tapi sampai sekarang belum ada realisasinya,” tegas kepala desa Muara Singan, Randi usai pelaksanaan pertemuan dan mediasi antara keempat perusahaan, pemerintah daerah dan masyarakat di kantor Bupati Barsel, Jumat (9/6/2023).
Dijelaskan Randi, sebelum adanya aktivitas pertambangan oleh keempat perusahaan tersebut, sungai Ayuh dan danau Tarusan kondisinya bersih dan merupakan sumber mata air utama yang dimanfaatkan masyarakat. Namun saat ini situasinya sangat memprihatinkan, keruh dan bahkan untuk mandi pun tidak bisa lagi digunakan.
Diungkapkan Randi, selain menyebabkan air keruh sehingga tidak layak konsumsi, pencemaran lingkungan ini juga diduga merupakan penyebab utama kerusakan hutan dan matinya pepohonan serta vegetasi lingkungan di sepanjang bantaran sungai Ayuh dan danau Tarusan.
“Hal itu dipicu oleh aktivitas empat perusahaan tambang batubara itu yang diduga telah mencemari aliran sungai dan danau, sehingga warga kami tidak bisa lagi memanfaatkan air dari sungai Ayuh dan danau Tarusan itu untuk keperluan sehari-hari mereka, karena airnya sudah tercemar akibat limbah dari perusahaan, ditambah lagi pepohonan di bantaran sungai banyak yang mati,” bebernya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Barsel, Edy Purwanto menerangkan, bahwa berdasarkan hasil mediasi itu, disepakati bahwa keempat perusahaan akan bertanggungjawab menyediakan sarana air bersih, berupa penampungan air serta pompa berkapasitas 1.200 liter, bagi setidaknya 160 Kepala Keluarga di 5 RT yang terdampak langsung pencemaran lingkungan di Muara Singan.
“Sebagai informasi, berdasarkan hasil uji laboratorium oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH), air sungai Ayuh dan danau Tarusan masuk dalam kategori tidak layak dikonsumsi,” bebernya.
Setelah melalui mediasi yang sangat sulit dan alot, pihak perusahaan akhirnya mau memenuhi tuntutan warga, yang mana rencananya tuntutan itu akan direalisasikan dalam kurun waktu satu Minggu terhitung sejak mediasi dilaksanakan.
“Dengan adanya pertemuan ini, saya berharap agar pihak perusahaan memenuhi tuntutan warga itu, sehingga warga Muara Singan bisa memanfaatkan dan mendapatkan air bersih yang layak dikonsumsi,” harap Edy.
Menurut Camat GBA, Yost Ellgoland, persoalan pencemaran lingkungan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama dan bahkan sudah pernah berulang kali dilaksanakan mediasi antara masyarakat dan keempat perusahaan, yang terakhir adalah sekitar bulan September 2022 lalu di Balai Desa Muara Singan.
“Sebenarnya permasalahan ini sudah lama, terlebih lagi hasil uji laboratorium dari DLH kabupaten Barsel belum ada kejelasan, begitu juga dengan perjanjian perusahaan kepada warga desa yang akan membuatkan tandon air pun belum ada realisasinya sampai dengan saat ini,” ungkap Yost mengakhiri.(tampetu)
COMMENTS