Merasa Tanah Hak Adat Diserobot, Warga Minta Pendampingan DAD Kalteng

PALANGKA RAYA - Komunitas masyarakat adat Kumai di Desa Kubu, Kabupaten Kota Waringin Barat (Kobar), Kalteng akan meminta pendampingan hukum dari

Sukseskan ProKlim, Pemprov Kalteng Raih Penghargaan
Pemda Gumas Mesti Fokus Bangun Daerah
Berharap Kuota KPM Ditambah

AKTIVITAS: Areal lahan yang dipermasalahkan masyarakat yang merasa sebagai ahliwaris.

PALANGKA RAYA – Komunitas masyarakat adat Kumai di Desa Kubu, Kabupaten Kota Waringin Barat (Kobar), Kalteng akan meminta pendampingan hukum dari Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng.

Permintaan bantuan hukum ini, karena komunitas masyarakat adat dari keturunan H.Rawi merasa jika lahan adat mereka diserobot oleh pihak H.Asnan yang didukung PT. Silic Minsources Jaya (SMJ). Bahkan, pihak perusahaan diduga melakukan intimidasi terhadap warga pemilik lahan dengan luas areal 12 Ha tersebut.

Hal ini diungkapkan Wendi S.Loentan, tokoh pemuda dayak asal Kobar yang memberikan pendampingan kepada warga yang sedang berselisih dengan PT.SMJ, Sabtu (20/5/2023).

Dikatakan Wendi, lahan yang dipersengketakan tersebut, yakni lahan masyarakat berdasarkan hak kepemilikan secara adat berdasarkan sejarah kepemilikan warga secara turun temurun. Yakni merupakan tanah warisan dari H.Rawi yang kini diwariskan kepada Moch Saleh, Moch Seman dan Moch Hasan selaku ahli waris.

Diungkapkannya, pihak H.Asnan dan PT SMJ melakukan kegiatan menguasai lahan, penempatan sejumlah alat berat, pembersihan lahan diatas lahan Tanah hak Adat milik keluarga besar H.Rawi yang mendapat protes dari masyarakat. Kelompok PT SMJ selain melepas spanduk ahli waris, mereka juga melakukan pembongkaran pondok di lokasi, bahkan ada beberapa orang ditempatkan untuk berjaga lahan tersebut yang dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap komunitas masyarakat adat

“Lahan warisan seluas 12 Ha tersebut, kini justru diduduki oleh pihak H.Asnan bersama PT.SMJ yang sudah membuat aktivitas pembersihan dan pembuatan pondok untuk penguasaan lahan. Pihak perusahaan juga melalukan tindakan intimidasi dengan cara menurunkan sejumlah orang untuk menduduki lahan tersebut” jelas Wendi.

Ia juga menambahkan, dasar kepemilikan lahan dari PT.SMJ sendiri menurutnya patut dicurigai sebagai dokumen fiktif. Hal ini karena H Asnan bukan merupakan ahli waris atas lahan tersebut dan bukan merupakan warga setempat.

Sangat tidak logis menurutnya apabila hak masyarakat adat tersebut harus di kalahkan oleh surat pernyataan tanah H.Asnan yang bukan warga setempat, bukan bagian ahli waris dan tidak ada peralihan hak kepada H Asnan. Sedangkan, apabila di perhatikan di keterangan surat pernyataan tanah H.Asnan asal riwayat berdasarkan penyerahan dari orang yang juga bukan bagian ahli waris bahkan sudah meninggal dengan alasan penyerahan karena hutang piutang.

Dikatakannya juga, seharusnya H.Asnan dan PT.SMJ dapat membuktikan hutang piutang tersebut. Apabila benar, silahkan gugat ke pengadilan dan silahkan pihak Pengadilan melakukan sita jaminan terhadap pihak yang berhutang dengan H.Asnan.

“Jangan lahan orang lain yang di klaim, dikuasai, apalagi areal tersebut berada di luar dari lokasi Ijin PT SMJ, kami sangat keberatan. Selama ini kami telah melayangkan protes dilahan namun pihak H Asnan dan PT SMJ tetap memaksakan untuk menggusur lahan Masyarakat” sebutnya.

Dikatakannya juga, “Pihak H.Asnan bersama PT.SMJ melakukan tindakan menguasai secara paksa lahan milik komunitas masyarakat adat tersebut. Hal ini tentu dapat menimbulkan konflik di masyarakat” tegas Wendi yang juga Ketua DPD Gerdayak Kobar.

Untuk surat permintaan bantuan hukum kepada DAD Kalteng, akan disampaikan pihaknya pada Senin (22/5/2023). Dengan harapan, pihak DAD Kalteng dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut dan masyarakat adat memperoleh hak kembali atas lahan adat tersebut.

“Sejumlah bukti juga akan kami lampirkan dalam surat permohonan pendampingan hukum kepada DAD Kalteng tersebut” ungkap Wendi.

Ia juga menambahkan, bahwa berdasarkan informasi yang pihaknya terima tentang izin PT Silica Minsources Jaya yang dimohonkan oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah, melalui dinas ESDM yang Memohon Pencabutan WIUP di Kementrian ESDM tanggal 27 April 2022. Tindakan Pemprov Kalteng ini, dikatakan Wendi sangat didukung oleh pihaknya, karena PT.SMJ dinilai membuat keresahan di masyarakat.

“Dengan pendampingan hukum dari DAD Kalteng ini, kami harapkan masalah lahan adat tersebut dapat terselesaikan dan tidak ada konflik di masyarakat. Termasuk diberikannya status quo pada lahan agar tidak dijual belikan kepada investor lain sampai ada penyelesaian. Laporan akan aktivitas PT.SMJ ini juga akan kami sampaikan ke Pemkab Kobar” pungkasnya.

Sementara itu, Jefri dari bidang hukum PT.SMJ mengatakan, lahan yang dipermasalahkan tersebut awalnya milik warga yang diserahkan kepada PT.FLTI pada Tahun 1982 dengan dasar ganti rugi. Pada Tahun 1984 atas lahan tersebut terbit HGB untuk masa waktu 20 tahun kepada PT.FLTI.

Setelah masa berlaku HGB berakhir, lahan tersebut beralih ke H.Asnan untuk mengganti utang dari salah satu pengurus FLTI yang sekarang sudah meninggal dunia. Dari tangan H.Asnan lanjut Jefri, kemudian lahan tersebut beralih ke PT.SMJ dengan dasar ganti rugi lahan.

“Jadi tidak benar jika dikatakan PT.SMJ menyerobot lahan masyarakat adat. Semua bukti administrasi atas lahan tersebut, hingga ke bukti perizinan juga PT.SMJ sudah lengkap” jelasnya.

Bahkan lanjutnya, ada isu bahwa PT.SMJ melakukan intimidasi dan mendatangkan orang untuk menduduki lahan yang dipermasalahkan masyarakat tersebut. Jefri mengatakan bahwa yang ada di lokasi tersebut adalah karyawan PT.SMJ dan semuanya juga merupakan masyarakat lokal.

“Dalam hal ini, PT SMJ hanya pembeli dari lahan tersebut. Jika pihak yang merasa sebagai pemilik lahan dengan dasar sebagai ahliwaris merasa keberatan, silahkan ajukan gugatan ke pengadilan. Apapun putusan pengadilan, kami dari perusahaan pasti siap mematuhinya” tegas Jefri.

Ia juga menyebutkan, sempat beredar file PDF tentang surat dari Dinas ESDM Kalteng tahun 2022 tentang perizinan PT.SMJ, yaitu memohon pencabutan WIUP di Kementrian ESDM.

“Surat itu, karena saat pengecekan administrasi belum dicocokkan dengan data yang ada di Kementrian ESDM. Setelah dicocokkan, jelas bahwa perizinan PT.SMJ sudah lengkap untuk menjalankan operasi di areal yang ditentukan” pungkasnya. (bud)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS:
error: Content is protected !!