Trans Jutuh Mati Suri, Warga Minta Pemerintah Segera Revitalisasi

faktakalimantan.co.id - BUNTOK - Masyarakat Dusun Jutuh, Desa Pararapak, Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan meminta, pemerintah seg

Pemdes Mabuan Minta Pemkab Selesaikan Pembangunan Balai Basarah
Siaga Karhutla, Polres Barsel dan Kodim 1012/Btk Gelar Apel
Bersama DPRD, Pj Bupati Barsel Optimis Memberikan Dampak Kemajuan di Daerah

FOTO : Empat warga transmigrasi Danau Jutuh yang tersisa saat ditemui awak media di rumah mereka di Transmigrasi Danau Jutuh, Desa Pararapak, Kecamatan Dusun Selatan, Barito Selatan, Minggu (1/9/2019).

faktakalimantan.co.id – BUNTOK – Masyarakat Dusun Jutuh, Desa Pararapak, Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan meminta, pemerintah segera merevitalisasi kembali transmigrasi Danau Jutuh.

Sekitar empat tahun terakhir atau tepatnya sejak tahun 2015, transmigrasi Danau Jutuh Desa Pararapak, Kecamatan Dusun Selatan ditinggalkan para transmigran dan kini kondisinya terbengkalai.

Diceritakan oleh Sukatno alias Durno (58), selain karena kasus kebakaran lahan di tahun 2015 yang melanda wilayah yang sebagian besarnya gambut tersebut, transmigrasi Danau Jutuh juga banyak ditinggalkan oleh warganya dikarenakan tidak adanya upaya dari pemerintah selama ini, dalam hal menyediakan berbagai infrastruktur pendukung.

Sebab diakui Durno, kendala utama bagi warga trans adalah putusnya jalan akses dari lokasi transmigrasi menuju jalan raya utama, kemudian tidak ada listrik, air bersih dan sarana lainnya.

“Dari awal penempatan kami di sini (1997), kami belum pernah merasakan penerangan (listrik). Selain itu kebakaran lahan yang menyebabkan sebagian besar jalan akses menjadi putus, membuat banyak warga trans memilih tidak lagi bermukim di sini (Jutuh),” cerita Durno, yang diiyakan oleh beberapa warga lainnya saat ditemui awak media di rumahnya di lokasi Transmigrasi Danau Jutuh, Minggu (1/9/2019).

Lanjut Durno, karena hal tersebutlah para warga trans lebih memilih bermukim di desa-desa sekitar ataupun pindah ke kota lainnya.

“Yang bertahan di sini (trans) hanya tinggal saya dengan beberapa teman saja, yang lain sudah pada pindah keluar,” tuturnya.

“Makanya yang penting itu adalah sarana jalan, masalah angkut-mengangkut kan, untuk membangun kan kesulitan pak, itu yang kita harapkan. Terutama untuk mengangkut hasil panen buah nenas dan hasil karet, karena jalan rusak jadi biayanya tinggi. Selain itu, untuk sarana pertanian itu butuh lahan kering, pengeringannya (irigasi) minta supaya dibuka lagi,” pintanya.

Hal senada, juga diungkapkan oleh Anto, sebagai warga desa Pararapak yang memiliki lahan di lokasi transmigrasi, dikatakannya, bahwa sebagai masyarakat ia sangat setuju apabila pemerintah bisa segera merevitalisasi kembali transmigrasi yang memiliki luasan kurang lebih 400 hektare tersebut.

“Kami sebagai masyarakat ini, sangat mendukung apabila (transmigrasi) dibangun kembali, tapi memang harus ada sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat, agar nantinya kita tahu apa saja yang harus dipersiapkan sama-sama,” sampaikan Anto.

Selanjutnya, Anto juga membeberkan bahwa sebenarnya transmigrasi Danau Jutuh, sampai saat ini masih aktif karena perkebunan dua komoditi unggulan, yakni nenas Parigi dan karet masih dikelola oleh masyarakat.

Dijelaskannya lagi, memang dari sebagian lahan perkebunan tersebut, hak kepemilikan tanahnya ada yang sudah pindah tangan karena dijual oleh warga transmigrasi kepada masyarakat desa sekitar.

“Terutama alasan orang trans gak mau tinggal disini, karena air bersih gak ada, lampu penerangan gak ada kan, jadi mereka lebih memilih tinggal di luar lokasi. Tapi kebun-kebun nenas dan karet mereka disini masih saja mereka urus,” bebernya.

Untuk diketahui, transmigrasi Danau Jutuh sendiri, merupakan program transmigrasi yang dimulai penggarapannya sejak tahun 1994, kemudian pada tahun 1996/1997 untuk pertama kali dilakukannya penempatan warga transmigrasi.

Kemudian pada tahun 2002 sempat terjadi kebakaran lahan yang sebagian besarnya adalah gambut tersebut, akibatnya sebagian besar pemukiman dan kebun warga terkena imbas. Kebakaran besar kembali terjadi pada tahun 2015 lalu, kali ini bukan hanya lahan dan pemukiman warga saja yang terkena imbas, bahkan jalan aksespun ikut putus karena terbakar.

Akibat kejadian tersebut, akhirnya warga transmigrasi berbondong-bondong berpindah pemukiman kepinggiran jalan raya Buntok – Palangka Raya, dan bahkan ada sebagian yang pindah kekota Buntok dan daerah-daerah lainnya. (Petu)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS:
error: Content is protected !!